Bukan Tentang Ketenaran | Setan's Inferno Episode 5
Beruntungnya kamu jika memiliki ketenaran di dunia. Kamu akan dipuja-puja dan dianggap dewa. Namun hal tersebut tidak berlaku ketika kamu tidak lagi hidup di alam dunia. Semua serba rata.
Bukan Tentang Ketenaran | Setan's Inferno Episode 5
SRAWUNG - Ada banyak kejadian selama seminggu terakhir setelah seorang selebgram meninggal dan dikuburkan. Selama satu minggu tersebut, tidak ada seorang pun dari keluarga maupun kawan yang mengunjungi kuburan si selebgram. Sepi. Hanya dedaunan kering serta bunga kenanga dan mawar yang semakin layu yang menjadi temannya.
Biasanya
jika ada pendatang baru di pemakaman, pasti ada orang yang selalu mengunjungi
di setiap sore atau pagi ke kuburan pendatang baru tersebut. Menunjukkan bahwa
rasa kehilangan yang begitu besar dan rasa cinta yang begitu dalam. Bahkan yang
katanya si selebgram punya fans yang banyak, tidak ada satu pun yang datang
untuk sekadar memperlihatkan bela sungkawa.
“Apa
guna jadi terkenal jika tidak ada teman,” sindir Setan Satpam ketika melihat
kuburan si selebgram yang selalu sepi.
“Kasihan
dia kesepian.” Setan Pemabuk menunjukkan rasa empati.
“Apanya
yang kasihan, hah? Biar dia tahu bahwa hidup di alam setan itu lebih keras dari
alam dunia.”
“Kau
benar juga.”
Hari
ini setelah tujuh hari semenjak dia dimakamkan, Setan Selebgram keluar dari
kuburannya untuk pertama kali. Dia terkejut. Tidak biasa melihat sekitarnya
yang banyak sekali kuburan. Juga para setan yang berkumpul di beberapa titik
seperti di tengah pemakaman dan area pohon beringin. Dia mulai mengenali
situasi, melihat kiri kanan. Berjalan tanpa tentu arah. Yang penting kenal
lebih dahulu lingkungan barunya.
Dia
memandang ke arah kuburan Setan Preman yang berada sepuluh meter di selatan
pohon beringin. Di sana para setan lain tengah bermain kartu remi. Mungkin mereka penguasa pemakaman ini,
batin Setan Selebgram.
Berjalan
lurus ke depan, sedikit menghindar dari Setan Anak yang sedang berlarian. Di
depan sana berjarak tujuh langkah sebelah tenggara, Setan Pujangga tengah memamerkan
syair-syair cinta. mendayu dan merdu. Dia berdiri dengan gagah. Di hadapannya
dua setan lain memerhatikan. Seolah memonton pertunjukan wayang. Fokus.
“Semua
sibuk sendiri-sendiri,” gumam Setan Selebgram.
Niat
mencari teman baru, tapi melihat para setan lain yang sibuk dengan aktivitasnya
masing-masing membuatnya ragu untuk ikut nimbung. Nanti malah dikatain tidak
asyik dan sok akrab. Dia mengembuskan napas perlahan, kembali memerhatikan
sekeliling. Matanya terhenti di pos depan area pemakaman. Dia melihat seorang
setan yang tengah sendiri, terbaring lesu. Ialah Setan Koruptor yang
hari-harinya hanya diselimuti kebingungan tentang tempat tinggal.
“Mencari
teman pertama di pos penjaga pemakaman sepertinya bukanlah ide buruk.”
“HOI
... ANAK BARU!” teriak Setan Satpam.
Setan
Selebgram yang hendak menuju ke pos penjaga mendadak berhenti. Ada yang
memanggil namanya. Dia menoleh ke belakang. Melihat dua setan yang memandang ke
arahnya.
“NGAPAIN
KAU DIAM DI SITU, HAH? CEPATLAH SINI!”
Setan
Selebgram menengok kanan kri. Tidak salah lagi, dialah yang dipanggil. Dia
lantas menuju ke tempat Setan Satpam dan Setan Pemabuk yang nongkrong di
kuburan Setan Pejabat. Kebetulan malam ini Setan Pejabat tengah berada di salah
satu rumah warga untuk melihat debat calon presiden. Ya walaupun dia sudah
tidak tinggal lagi di alam dunia, tapi fanatismenya tentang dunia politik tidak
pernah mati.
“Kau
duduk sini!” suruh Setan Satpam.
Setan
Pemabuk sedikit bergeser. Memberi tempat.
“Wow
... Bagus dan bersih,” puji Setan Selebgram melihat kuburan Setan Pejabat.
“Bukan
punya kita. Ini punya salah satu orang paling kaya di sini,” ungkap Setan
Pemabuk.
“Di
mana sekarang?”
“Keluar
sebentar.”
Di
antara semua kuburan di area pemakaman ini, memang hanya kuburan milik Setan
Pejabat yang terawat dengan baik. Rumput tertata dengan rapi, dedaunan kering
nyaris tidak ada, dan nyaman ditempati. Pantaslah di sini menjadi salah satu
favorit tempat nongkrong para setan.
“Ngapain
kau mau nyamperin setan di pos penjaga sana?” tanya Setan Satpam.
“Cari
teman baru aja, Bang.”
“Dia
itu koruptor. Kuburannya disita negara. Biarin dia sendiri biar tahu rasa.”
“Tapi
kasihan Bang kalau enggak ada teman.”
“Kau
kasihan sama seorang koruptor?”
“Bukan
itu, Bang. Masa di antara semua setan di sini enggak ada yang mau nemenin dia.”
“Kau
nih dibilangin ngeyel. Terserah kaulah. Tapi kau di sini aja dulu. Aku mau
ngobrol sama kau.”
Apa
yang dikatakan Setan Satpam ditahan mentah oleh telinga Setan Selebgram.
Baginya buat apa memilih teman, toh sekarang bukan lagi di alam dunia. Di alam
setan semua sama saja. Jika di alam dunia satu orang bisa menghasut orang lain
untuk membenci salah satu orang, di alam setan itu semua tidak berlaku. Kembali
pada pribadi masing-masing.
Lagipula
Setan Selebgram tidak mungkin bisa membenci satu dua setan. Di alam dunia dia
selalu diidolai dan dikagumi. Tidak ada alasan yang dibenarkan jika tiba-tiba
membenci satu setan.
“Eh,
kau kan katanya selebgram terkenal tapi kok enggak ada yang ngunjungi setelah
kau mati?” Setan S atpam langsung ke inti
pembicaraan.
Setan
Selebgram sejenak diam. Memikirkan jawaban yang tepat.
“Hoi!
Kalau ditanya itu dijawab, Bodoh,” ujar Setan Satpam.
“Jangan
keras-keras gitu! Ngagetin aja.” Setan Pemulung sedikit terkejut.
“Ini
si anak baru dari tadi bengong.”
“Kasih
dia waktu. Enggak sabar banget.”
Satu
menit. Dua menit. Setan Selebgram masih memikirkan jawaban. Pertanyaan dari
Setan Satpam membuatnya bingung. Dia juga tidak tahu alasan mengapa tidak ada
kerabat yang mengunjunginya setelah acara pemakaman. Padahal dia merasa
baik-baik saja selama hidup di alam dunia.
Dia
masih berpikir keras. Setan Satpam sudah tidak sabar menunggu jawaban darinya.
“Mau
berapa lama lagi? Satu jam? Dua jam?” desak Setan Satpam.
“Eh,
maaf menunggu lama,” Setan Selebgram membenarkan posisi duduk. “Mungkin semua
kerabatku sedang sibuk.”
“Sesibuk-sibuknya
keluarga, pasti ada waktu untuk mengunjungi anggota keluarganya yang
meninggal.” Kali ini Setan Pemabuk memberi tanggapan.
Benar
juga. Lalu mengapa keluargaku tidak
mengunjungiku? gumam Setan Selebgram.
“Kau
berapa bersaudara?” tanya Setan Satpam.
“Tiga.”
“Kau
meninggalkan apa saja di dunia?”
“Dari
hasil ngonten sih aku punya mobil dan tanah dua petak. Juga beberapa uang di
ATM.”
“Sudah
pasti itu.”
“Sudah
pasti apa?” Setan Pemabuk penasaran.
“Jelas.
Dua saudaramu tengah menikmati hasil kerjamu saat di dunia.”
“Kau
yang benar, Bang?” kejar Setan Selebgram.
“Kalimatmu
tidak bisa dibuktikan,” kata Setan Pemabuk.
“Itu
berdasarkan pengalamanku.”
Benar.
Setelah Setan Satpam dikuburkan, dia dulu juga jarang dijenguk oleh anggota
keluarganya. Dia bertanya-tanya. Salah apa sehingga dia jarang dijenguk oleh
anak dan istri? Baru beberapa bulan kemudian adiknya datang dan menangis di
atas kuburan sembari berkata bahwa istrinya mencari suami baru lagi dan menjual
tanah warisan. Aset yang dikumpulkannya semasa di dunia seolah tidak ada
gunanya.
“Jangan
kau dengarkan mulut setan ini. Belum tentu benar.” Setan Pemabuk menyemangati
Setan Selebgram. “Setan kok dipercaya.”
“Kau
juga setan, Tolol.” Setan Satpam sedikit tersinggung.
“Tapi
kalau itu benar gimana?” Setan Selebgram merasa khawatir.
“Semoga
tidak menjadi kenyataan. Percaya padaku.”
“Tukang
mabuk kok dipercaya,” ejek Setan Satpam.
“Kau
jangan dengerin setan ini. Dia itu omong besar. Lebih baik sekarang kuantarkan
kau pulang dan tidur dengan tenang.”
Selepas
itu Setan Pemabuk mengantarkan Setan Selebgram ke kuburannya. Apa yang
dikatakan Setan Satpam membuatnya kepikiran. Jika benar saudaranya sibuk
menikmati hasil kerjanya dulu, dia pasti tidak akan pernah rela hartanya
disalahgunakan.
Dia
masih ingat perilaku dua saudaranya ketika masih di dunia. Berat tangan untuk
menjulurkan bantuan tapi ringan dalam meminta pertolongan. Benar-benar tidak
punya rasa malu.
Mulut Setan Satpam tolong dikondisikan, wkwkwk
BalasHapusPriiiitttt........
Hapus