Bukan Salah Setan | Setan's Inferno Episode 7
Daripada nyalahin setan untuk segala musibah, lebih baik mencari solusi dan penanganan atas musibah tersebut. Kasihan setan jika terus-terusan menjadi kambing hitam.
Bukan Salah Setan | Setan's Inferno Episode 7
SRAWUNG - Suasana
ramai tengah menyelimuti jalanan depan pemakaman. Bukan ramai konferensi setan
atau para Setan Anak yang sibuk bermain, melainkan padat orang-orang yang
mengerumuni korban tabrak lari. Seorang laki paruh baya pengendara sepeda, baru
saja ditabrak oleh seorang tak dikenal untuk kemudian tunggang langgang tanpa
tanggung jawab.
Laki
paruh baya tersebut pingsan. Di lengan kirinya darah mengucur perlahan.
Pelipisnya tergores namun tidak menimbulkan luka serius pada bagian kepala.
Orang-orang tidak kunjung menolong. Mereka bergumam sembari sibuk mencari biang
kesalahan.
Baru
saat polisi tiba, korban kecelakaan tersebut mendapatkan pertolongan. Pihak
kepolisian mengambil alih situasi. Langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.
Untung hanya pingsan belaka.
“Aku
bilang apa, jangan lewat pemakaman ini pada malam hari. Setannya ngamuk.”
Seorang pemuda berwajah galak menunjuk biang keladi.
“Ini
balasan dari setan setelah mereka tidak punya harga diri di hadapan manusia.”
Seorang pemuda lain turut menyulut api. Dia termasuk orang yang sulit menjaga
omongan.
“Mereka
mau membalas dendam kepada manusia rupanya.” Di belakangnya bergumam laki-laki
tua. Jenggot dan rambutnya sudah memutih.
Bisik-bisik
orang-orang tersebut langsung menyebar layaknya gas beracun. Semua sibuk
menyalahkan setan. Bahkan saat orang-orang telah meninggalkan jalanan depan
pemakaman, suara-suara sumbang tentang ngamuknya para setan masih menjadi perbincangan
hangat di warung kopi dan rumah-rumah.
Tidak
peduli mereka tentang kejadian sebenarnya. Pokoknya jika terjadi kecelakaan di
depan pemakaman, pasti setanlah yang menjadi biang keroknya. Alih-alih mencari
musabab dengan melibatkan logika.
***
“Bangsat
tuh manusia! Udah jelas kecelakaan di depan itu murni tabrak lari. Eh malah
kita yang disalahin,” murka Setan Satpam. Dia mendengar percakapan di depan
pemakaman.
Beberapa
menit lalu setelah terdengar suara benturan yang cukup keras, Setan Satpam
bergegas menuju sumber suara. Dia melihat seorang laki-laki paruh baya yang
tergeletak. Di depannya berjarak lima meter, dua orang pemuda yang mengendarai
motor berhenti sejenak untuk kemudian lari tanpa tanggung jawab.
“Manusia
itu tahi. Senangnya nyalahin makhluk lain yang tidak tahu apa-apa,” timpal Setan
Ponidi. Dia sudah menjadi teman akrab Setan Satpam.
Kecelakaan
di depan area pemakaman dari dulu selalu menjadi mimpi buruk bagi para setan.
Semua alasan yang bisa diucapkan manusia pasti selalu mengarah kepada para
setan. Mereka membuang segala rumus logika dan nalar.
Pernah
sekali waktu ada seorang perempuan berusia dua puluhan yang tiba-tiba pingsan
di depan area pemakaman. Setelah dilakukan pengecekan oleh dokter di puskesmas,
ternyata perempuan tersebut tengah sakit panas dan belum mendapatkan asupan
obat-obatan maupun makanan. Namun alasan tersebut langsung mentah di telinga
para manusia. Mereka menuduh ada setan kalap yang sengaja membuat perempuan
tersebut pingsan.
Berita
tersebut langsung viral dan menjadi pembahasan di media sosial. Meledak. Heboh
di mana-mana. Hingga membuat media-media membuat liputan khusus di pemakaman.
Geger jagat persetanan. Para setan yang tidak tahu menahu hanya bisa diam dan
menelan mentah semua pemberitaan kepadanya.
Area
pemakaman sempat ramai selama beberapa hari. Youtuber hingga orang awam sibuk
menelaah dengan persepsi masing-masing. Padahal para setan santai saja di
kuburan masing-masing. Bagi youtuber hal tersebut merupakan ladang viewer. Untuk orang awam hal tersebut
menjadi sumber gosip yang harus mereka sebar luaskan.
“Dari
dulu sebenarnya aku kesel banget sama mereka,” Setan Ponidi mendengus, “Udah
dibilangin kalau aku tidak bisa memastikan kemenangan caleg, eh kalau kalah
nyalah-nyalahin.”
Setan
Pejabat memandang Setan Ponidi sinis. Alisnya diangkat satu, sedikit kesal. “Aku
enggak pernah nyalahin kau.”
“Heh,
aku bukan bermaksud menyalahkan kau. Tapi teman partaimu itu.”
“Nadamu
itu seakan-akan bilang bahwa aku pelakunya.”
“HOI,
KAU BERDUA DIAM! BERISIK!” bentak Setan Satpam.
Setan
Ponidi dan Setan Pejabat langsung diam.
Berbeda
dengan dunia manusia, berita tuduhan kepada setan tidak terlalu heboh di dunia
setan. Mereka lebih banyak acuh terhadap berita yang mengarah kepadanya. Toh
hanya berita, bukan fakta. Praktis hanya setan-setan yang memiliki emosi
tingkat tinggi yang tersinggung oleh tuduhan manusia.
Para
setan yang acuh terhadap tuduhan manusia memilih untuk tidur dan menganggap
hari berjalan normal tanpa hambatan.
Berbeda
dengan para setan yang memiliki emosi super tinggi. Di beberapa titik misalnya.
Di selatan pohon beringin, tepat di atas kuburan Setan Preman, lima setan lain
berkumpul karena gondok kepada manusia. Mereka bersumpah bahwa suatu saat akan
membalas perlakuan manusia tersebut. Walaupun belum tahu kapan pastinya. Yang
jelas pada saat waktunya tiba, mereka akan membuat manusia tidak nyaman tinggal
di rumah mereka masing-masing.
Mereka
hanya bisa mengumpat sembari berharap semoga waktu pembalasan akan tiba.
Sekarang mereka tidak bisa berbuat banyak. Reputasi mereka tengah hancur. Bisa
makin ditertawakan jika mereka gegabah untuk membalas dendam.
Di
liang Setan Pejabat, Setan Satpam masih mengutuk perbuatan manusia. Tuduhan
mereka jelas tanpa bukti. Hanya igauan turun temurun.
“Kau
tahu apa yang paling sakit daripada tidak ditakuti oleh manusia?” tany Setan
Satpam.
“Apa?”
jawab Setan Ponidi.
“Ya
ini. Dituduh menjadi biang keladi atas musibah manusia. Bangke memang.” Setan
Satpam masih bersungut-sungut.
“Ada
yang lebih sakit lagi, Bung.”
“Apa?”
“Baru
datang ke alam setan sudah dituduh oleh manusia.”
Setan
Pejabat tertawa. Dipikir-pikir kasihan juga Setan Ponidi. Dia baru beberapa
hari di alam setan, eh malah sudah mendapat hal yang tidak mengenakkan. Tanah
kuburan belum kering, masalah justru melesat.
“Kalau
aku boleh milih, lebih baik aku tidak mati kalau ujung-ujungnya dituduh macam
begini,” ujar Setan Ponidi.
“Enggak
ada orang yang pengen mati, Orang Tua,” sahut Setan Satpam.
“Aku
sudah kenyang hal beginian,” timpal Setan Pejabat.
“Kau
itu dari masih hidup sudah menjadi bahan curigaan oleh rakyat. Aku pun tak
heran dengan kau.” Setan Satpam menyahut.
“Kau
tahu mengapa manusia suka menuduh barang mati atau makhluk tak terlihat?” tanya
Setan Ponidi.
Setan
Satpam menggeleng.
“Menuduh
barang mati itu mudah dan tanpa risiko. Sementara menjerat makhluk tak terlihat
itu sudah menjadi budaya. Jadi asal jeplak pun pasti kena.”
“Benar
juga apa kata kau.”
“Ya
jelas, dia kan dukun,” ejek Setan Pejabat.
“Lebih
baik kau diam daripada menyebut kata itu lagi,” sungut Setan Ponidi. Dia benar-benar
tidak nyaman dengan ejekan ‘dukun’.
Dua
orang pemuda yang tadi menjadi sumber gosip tentang setan kini datang tempat
kejadian tabrakan. Mereka berdua mencari informasi tambahan untuk dijadikan
bumbu gosip esok hari. Seorang pemuda mendekati gerbang pemakaman. Menyalakan ponsel
dan menghidupkan kamera.
Dia
berjalan perlahan-lahan masuk ke pemakaman. Menoleh kiri kanan. Mengawasi keadaan.
Baru beberapa langkah dia berjalan, matanya berhenti pada pohon pisang yang
tumbuh di samping pemakaman. Dia melihat daun pisang yang bergerak sendiri.
Yang tidak disadarinya angin dari arah selatan tengah berhembus pelan. Mengakibatkan
tumbuhan sedikit bergoyang.
Kejadian
daun pohon pisang yang bergerak sendiri berhasil tertangkap kamera. Dia
kemudian mengajak temannya untuk pulang. Berbisik kepada temannya. Wajah mereka
berdua senang. Itu berarti besok ada tambahan informasi yang menguatkan asumsi
mereka. Setan biang keladi. Setan ngamuk. Dan Setan viral kembali.
Posting Komentar untuk "Bukan Salah Setan | Setan's Inferno Episode 7"