Bermain Bersama Setan | Setan's Inferno Episode 3
Disebut dunia terbalik jika kelakuan manusia semakin lama menyerupai setan. Tidak lagi memikirkan perihal sebab dan akibat.
SRAWUNG – Ada kebiasaan yang selalu dilakukan berulang oleh Setan Anak di area pemakaman. Jika anak-anak kecil di alam dunia akan mengakhiri permainan mereka menjelang magrib, Setan Anak justru baru akan mulai bermain saat petang tiba. Mereka berkumpul di lahan kosong dekat dengan jalan. Di sana mereka bermain layaknya anak-anak kecil di alam dunia: kejar-kejaran, gobak sodor, lempar ranting, dan berbagai permainan sejenis.
Tujuan
mereka memilih tempat bermain di dekat jalan ialah supaya bisa mengajak anak
kecil yang ada di alam dunia untuk bergabung. Targetnya ialah anak-anak yang
terlambat pulang.
Petang
ini Gavi—bocah berusia tujuh tahun itu mengayuh sepeda tergesa-gesa. Badannya
masih penuh dengan keringat setelah bermain sepak bola di lapangan desa.
Rumahnya masih tujuh menit lagi. Ketika dia melewati area pemakaman, yang
tampak di matanya hanyalah sepetak lahan kosong dengan anak-anak yang bermain
dengan riang.
Salah
satu Setan Anak memanggilnya. Mengajak Gavi untuk bermain bersama. Gavi tentu
senang mendengar tawaran tersebut. Dia langsung belok ke area pemakaman. Meninggalkan
sepedanya begitu saja. Bergabung dengan para Setan Anak lain yang sedang
bermain gobak sodor. Sementara di rumah, ibu dan bapaknya menunggu dengan
cemas.
“Aduh,
itu anak-anak apa enggak capek apa main terus,” ujar Setan Pejabat yang bengong
di atas kuburannya.
“Heh,
kau lupa? Setan itu kagak punya rasa lelah.” Setan Pemabuk merapikan tempat.
Mereka berdua memandang Setan Anak yang tengah tertawa girang.
“Tapi
kita kenapa kok punya rasa bosan menakuti manusia? Coba kau jelaskan kepadaku.”
“Itu
beda lagi. Kita hanya perlu kontemplasi ... Introspeksi ... Meditasi ...”
“Alah,
kontemplasi matamu!”
“Suatu
saat kita pasti bisa membalikkan keadaan.”
“Bilang
aja kita sudah kalah power.”
Setan
Pemabuk nyengir. Tidak merespons
apa-apa. Dialah awal mula adrenalin para setan seakan hilang. Kalau dia tidak
tertangkap oleh kamera, mungkin sekarang para setan lain masih eksis di jagat
perhororan. Masa setan asli kalah seram dengan setan di film horor.
Dari
kejauhan Setan Polisi datang dengan raut masam. Di kepalanya masih ada topi pet
polisi kebanggaannya. Bagaimana tidak bangga mengenakannya, perjuangan mendapat
topi pet itu kan susah. Ada darah dan keringat yang harus dipertaruhkan. Ada
waktu yang harus dikorbankan. Itu kata Setan Polisi sendiri ketika pertama kali
menjadi penghuni pemakaman ini.
“Barusan
ada berita heboh. Setan di pemakaman desa sebelah tertangkap kamera ketika
nongkrong di atas pohon rambutan,” terang Setan Polisi.
“Dari
mana kau tahu?” tanya Setan Pejabat.
“Warkop
di pojok perempatan sana.”
Setan
Polisi memang baru saja keliling mencari angin segar. Ketika dia memandang ke
warkop di belokan pojok perempatan, dia melihat orang-orang yang ramai oleh
suara tawa. Ternyata orang-orang tersebut tengah menertawakan setan pemakaman
sebelah yang tertangkap kamera sedang iseng nongkrong di pohon rambutan. Setan
tersebut tidak melakukan apa-apa. Hanya diam sembari menjuntaikan kaki ke
bawah.
Video
tersebut langsung tersebar di grup Whatsapp dan aplikasi TikTok. Berhasil
menjadi FYP di beranda orang-orang.
Lumbung candaan bagi masyarakat online.
“Mampus!”
Setan Pemabuk menepuk jidat. Tertawa puas.
“Aku
tak tahu kapan cobaan ini berakhir.” Setan Pejabat sedih.
“Aku
yakin akan segera berakhir,” kata Setan Polisi optimis.
“Kapan?”
Setan
Polisi menggeleng. Tidak tahu. Yang penting optimis dulu.
Tiga
motor melintas. Para penumpangnya celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.
Seseorang yang duduk di boncengan dalam barisan motor kedua menyuruh berhenti.
Dia melihat sepeda Gavi. Ternyata mereka semua ialah rombongan yang sedang
mencari Gavi yang tidak kunjung pulang.
Mereka
seketika berhenti. Turun. Mencari Gavi di sekitar kuburan. Memanggil-manggil
namanya. Raut kecemasan nampak di wajah mereka. Di sisi lain Gavi tidak bisa
melihat alam dunia karena penglihatannya tengah ditutupi kerumunan Setan Anak.
Kini para setan saling berpengangan tangan membentuk lingkaran serta saling
bergerak ke kanan sembari bernyanyi. Di tengah lingkaran tersebut Gavi merasa
ini adalah permainan yang menyenangkan.
“Heh,
ada yang datang.” Setan Pemabuk memberitahu. “Ngapain mereka ramai-ramai ke
sini?”
“Kau
enggak dengar mereka manggil siapa? Gavi. Itu pasti anak yang sedang main di
sana.” Setan Polisi menunjuk para Setan Anak yang sedang bermain.
“Mereka
mencari anak itu berarti?”
“Pantesan
mereka enggak bisa lihat anak itu. Lha wong dia ditutupin oleh anak-anak sini,”
ungkap Setan Pejabat.
Orang-orang
mulai menyisir ke dalam kuburan. Mereka menyorot ke semak-semak menggunakan
senter. Memeriksa tempat rimbun. Sekeras apapun mereka berteriak, Gavi tidak
akan mendengarnya. Pendengarannya tersamarkan oleh suara riang Setan Anak.
“Hoi,
Anak-anak! Lepasin anak itu,” teriak Setan Pejabat.
“Anak
mana yang suruh nglepasin? Mereka semua kan anak-anak.” Setan Pemabuk merasa
bingung mendengar kalimat Setan Pejabat.
“Oh
iya juga ya.” Setan Pejabat mencoba mencari kalimat yang tepat. “Hoi, anak asli
itu lepasin!”
“Heh,
emangnya anak-anak di sini kagak asli?” Setan Pemabuk dengan polosnya berkata.
“Kau
bisa diam enggak? Ganggu aja. Kasihan tuh manusia, kebingungan mencari
anaknya.” Setan Pejabat mulai kesal dengan Setan Pemabuk.
Para
Setan Anak tidak memperhatikan imbauan Setan Pejabat. Mereka asyik saja bermain
tanpa hambatan. Selayaknya anak-anak di alam dunia, mereka juga susah
dibilangin. Harus menguras emosi terlebih dahulu jika ingin menghentikan mereka
bermain.
“Hoi,
berhenti dulu! Lepasin anak itu!” Sekali lagi Setan Pejabat berteriak dengan
kencang.
“Bandel
bener anak-anak itu.” Posisi Setan Pemabuk kini sudah berbaring. Santai.
Seperti sedang menonton balapan Moto GP.
Kabar
mengenai sepeda Gavi yang ditemukan di area pemakaman cepat menyebar. Kini
orang-orang mulai berdatangan turut membantu pencarian. Ibu Gavi sedari tadi
menangis sembari memanggil nama anaknya. Dia ditenangkan oleh suaminya yang
selalu berada di sisinya.
“Waduh,
makin banyak orang nih.” Setan Pemabuk kaget melihat orang yang semakin
berdatangan seperti semut mencium bau gula.
“Enggak
ada cara lain nih. Pak Pol, kau bilangin tuh anak-anak!” suruh Setan Pejabat
kepada Setan Polisi.
“Kenapa
harus aku?”
“Kau
kan yang paling ditakuti oleh anak-anak di sini. Mereka pasti nurut denganmu.”
Setan
Polisi hanya pasrah. Dia lagi yang harus turun tangan kalau masalah begini.
Pokoknya kalau ada permasalahan yang melibatkan orang banyak maka dialah yang
harus menyelesaikannya. Ya seperti tugasnya di alam dunia.
Setan
Polisi berjalan ke arah tempat bermain Setan Anak. Dari cara berjalannya dia
memang seorang polisi yang berwibawa. Ya walaupun perutnya buncit. Tapi tak
apalah. Wibawanya sudah menutupi segala kekurangan fisiknya.
“HOI!!!”
Satu gertakan dari Setan Polisi berhasil membuat Setan Anak menghentikan
permainan.
“Kalian
dibilangin susahnya minta ampun. Suruh lepasin anak ini aja lama,” tegas Setan
Polisi sembari menunjuk Gavi.
Para
Setan Anak diam. Tidak berkutik. Gavi yang melihatnya bingung. Sebenarnya ini ada apa? pikirnya.
“Malah
diam. Cepat lepasin anak ini!”
Satu
per satu Setan Anak mulai melepaskan genggaman masing-masing. Mereka
merenggangkan lingkaran. Perlahan Gavi mulai kembali kesadarannya.
Penglihatannya mulai kembali normal. Tubuhnya tertarik kembali ke alam dunia.
Ketika
dia benar-benar kembali ke alam dunia, dia terkejut mengapa berada di pemakaman
dan mengapa banyak orang di sini. Dia kemudian melihat ibunya yang menangis.
Memanggil keras ibunya. Seketika semua orang langsung menoleh. Gavi berhasil
ditemukan.
Ibunya
langsung mendekap Gavi. Sebelumnya pikirannya sudah mengawang ke mana-mana.
Berpikir bahwa Gavi hilanglah, diculik oranglah, dibawa ke dimensi lain oleh
setanlah. Pikirannya semula rancu. Namun kini dia bisa tenang kembali. Orang-orang
yang turut ikut mencari Gavi juga tampak lega. Sepuluh menit kemudian mereka
pulang ke rumahnya masing-masing.
“Itu
manusia enggak ada terima kasihnya apa ya. Udah dibantuin juga,” gerutu Setan
Pejabat.
“Mana
mereka tahu kalau kita yang bantuin,” balas Setan Pemabuk.
Benar
juga apa yang dia katakan. Manusia saja tidak bisa melihat kehidupan di alam
lain. Malah yang ada pihak setanlah yang disalahkan oleh manusia karena
menyembunyikan Gavi.
“Kau
merasa adil enggak sih?” tanya Setan Pejabat kepada Setan Pemabuk.
“Maksudnya?”
“Kita
jadi bahan olok-olokkan oleh manusia, eh giliran manusia yang kesusahan malah
kita yang bantuin.”
“Loh,
benar juga katamu.”
“Dunia
terbalik memang.”
Setan Pejabat turut ikut berbaring selayaknya Setan Pemabuk. Di sisi pemakaman lain, Setan Polisi tengah menggiring para Setan Anak untuk bermain di area belakang pemakaman. Jauh dari jalanan. Biar nanti tidak menyusahkan manusia lagi.
Ya.cukup menghibur&sanggar dengan cerita yg mengelitik tentang rasa toleransi
BalasHapustipis-tipis aja
Hapus