Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Part 3 Pendakian Gunung Budeg - Pendakian Galau

 

Gunung Budeg

Setiap pengalaman menjadikan pelajaran. Dengan semua yang telah dilalui, susah dan senang, seseorang bisa merasakan syukur yang mendalam kepada sang pencipta. Karena Tuhan telah menciptakan keindahan sebagai penghibur lara

***

Kami berempat segera menggelar matras. Angin masih berembus kencang. Agung segera menyalakan kompor, membuat kopi dan susu. Menikmati kopi di ketinggian selalu memberi kesan. Namun sebenarnya bukan soal tempat, melainkan dengan siapa kita menikmati kopi tersebut. Percuma kita datang jauh-jauh ke tempat indah kalau seseorang yang bersama tidak sefrekuensi.

Pukul setengah lima. Semburat kemerah-merahan dari arah timur mulai kentara. Siluet yang dilukis oleh langit sangat menawan. Ini adalah saat-saat paling ditunggu. Sangat indah. Semakin lama cahaya kemerahan tersebut menyebar ke penjuru langit. Sungguh menakjubkan ciptaan-Mu Tuhan. Tak henti-hentinya mulut ini mengucap syukur.

Gunung Budeg

Gunung Budeg

Tak henti sampai di situ. Saat langit mulai cerah, saat cahaya kemerahan sudah menyebar, bola besar matahari perlahan menampakkan diri. Hangat. Salah satu ciptaan-Mu ini menjadi salah satu sumber daya paling besar bagi umat manusia.

Kami sangat beruntung bisa melihat panorama indah hari ini. Menikmati detik demi detik bersama menyeruaknya matahari. Walau beberapa hari terakhir matahari sedang tertutup awan, tapi pagi ini kami benar-benar disapa langsung. Cahayanya membelai kulit kami.

Gunung Budeg

Hari sudah terang sepenuhnya. Pukul setengah enam. Aktivitas manusia di bawah sana mungkin sudah dimulai. Bahkan di desa-desa aktivitas digerakkan saat sayup-sayup azan subuh berkumandang.

Kami sejenak berbincang dan mengabadikan momen. Agung berbaring di atas matras. Matanya terpejam. Biarlah dia tertidur sejenak. Sebentar lagi rencananya kami akan turun. Sudah hampir dua jam kami berada di puncak.

“Gung, Bangun! Ayo turun!” Shon membangunkan Agung.

Agung tergeragap. Sedikit terkejut. “Yuk! Ngantuk berat ini.”

Kami kemudian merapikan peralatan, membersihkan sampah. Ke mana pun pergi, tetaplah menjaga sampah sendiri dan membuang sesuai tempatnya. Jangan tinggalkan sampah di alam yang bakal merusak alam itu sendiri. Biarlah alam tetap lestari.

Ada cerita menarik dari pendakian ke gunung Budeg ini. Saya menyebutnya pendakian kali ini dengan sebutan pendakian galau. Bukan tanpa alasan dengan penamaan tersebut. Ahmad sedang dilanda kegalauan yang klimaks. Hubungan dengan gebetannya baru saja berakhir. Kasihan melihatnya. Raut kecewa dan sedihnya tak dapat disembunyikan.

Pendakian ini sebagai salah satu baginya untuk menghibur diri sendiri. Melepas beban perasaan memerlukan waktu. Tak serta merta hanya suatu aktivitas bisa langsung sembuh.

Kami sebagai kawan berusaha memberikan hiburan. Sepanjang perjalanan turun kami mengeluarkan candaan tentang perasaan.

Sebagai contoh, di suatu kejadian Ahmad sedikit terpeleset, sontak saya nyeletuk, “Terpeleset seperti cintamu kepadanya.” Agung dan Shon menyoraki. Ahmad pun sedikit terkekeh.

Kemudian Ahmad membalas, “Biarlah aku terjatuh, asalkan dia tak cepat jatuh dalam cinta orang lain.” Giliran kami bertiga yang tertawa.

Candaan garing memang. Namun jika terus-menerus diulang dengan konteks dan variasi berbeda akan menghasilkan tawa. Yang penting Ahmad bisa tertawa lepas kembali.

Jadilah kami hanya menggoda Ahmad sepanjang trek. Ada ranting patah, Shon nyeletuk, “Patah seperti cintamu kepada dia.” Keadaan hening, Agung yang berujar, “Sepi kayak perasaanku kepadanya.”

Mendengar candaan tersebut, Ahmad tak tinggal diam. Dia sengaja mempercepat jalan, menyalip kami bertiga dan berkata, “Jalan jangan lambat-lambat nanti kayak hubunganku sama dia.”

Kami bertiga bersorak. Senang rasanya melihat Ahmad yang malah menjadikan sakit hatinya sebagai lelucon. Karena tak baik jika lama-lama terjun dalam kesedihan. Apa enggak malu dengan pohon yang berkali-kali ditinggal daun yang jatuh tapi masih bisa bersemi kembali.

Begitulah cara kami menghibur Ahmad. Mungkin sedikit memantik ingatannya kembali saat masih bersama gebetan. Tapi kami percaya bahwa cara tersebut bisa membuat Ahmad berdamai dengan sakit hatinya.

Pada akhirnya pendakian ke gunung Budeg menjadi pendakian yang menyenangkan. Banyak kesenangan yang kami umbar satu sama lain. Walau kami sempat keliru memilih jalur, hal tersebut malah menjadikan pengalaman baru bagi kami. Justru kami tetap berpikir positif. Jika kami tidak keliru jalur, kami tidak akan tahu rasanya bertindak tenang di tengah kebingungan. Dengan misi menyembuhkan sakit hati Ahmad, saya yakin dia perlahan bisa mengobatinya seiring garis waktu yang terus bergerak.

Salam lestari.

Mengudara dari Gunung Budeg.

Posting Komentar untuk "Part 3 Pendakian Gunung Budeg - Pendakian Galau"